Jakarta – Kasus korupsi yang melibatkan pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) saat pandemi Covid-19 kembali mencuat ke publik. Kali ini, mantan Kepala Pusat Krisis Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Budi Sylvana, dituntut hukuman 4 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum. Tuntutan tersebut dibacakan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Jumat (17/5).

Tuntutan Jaksa dan Denda Tambahan

Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan bahwa dr. Budi terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi APD Covid-19 tahun anggaran 2020. Jaksa juga menuntut agar terdakwa dikenakan denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, jaksa meminta agar hak politik terdakwa dicabut selama 5 tahun setelah menjalani masa hukuman.

Menurut jaksa, terdakwa telah menyalahgunakan wewenangnya dalam proses pengadaan dan korupsi APD Covid-19, yang menyebabkan kerugian keuangan negara. Nilai kerugian akibat perbuatan ini ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah, sebagaimana diungkap dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Modus Korupsi dan Peran Terdakwa

Kasus ini bermula saat pemerintah melakukan pengadaan APD Covid-19 secara darurat untuk menghadapi pandemi. Terdakwa, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Pusat Krisis Kemenkes, diduga mengatur proses pengadaan dengan melibatkan pihak-pihak tertentu tanpa melalui prosedur yang semestinya. Jaksa menyebut bahwa terdakwa menerima keuntungan pribadi dari proyek tersebut.

Dalam sidang sebelumnya, sejumlah saksi telah dihadirkan untuk memberikan keterangan terkait alur pengadaan dan aliran dana. Beberapa kontraktor mengaku diminta menyetor sejumlah uang kepada pejabat tertentu setelah memperoleh proyek.

Pembelaan dan Tanggapan Terdakwa

Pihak terdakwa membantah sebagian besar tuduhan yang diajukan jaksa. Dalam nota pembelaan (pleidoi) yang dibacakan oleh tim kuasa hukumnya, disebutkan bahwa tindakan yang dilakukan dr. Budi semata-mata dalam rangka penanganan darurat Covid-19. Mereka juga menyatakan bahwa tidak ada niat jahat dari terdakwa dalam proses pengadaan tersebut.

Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan putusan dijadwalkan akan digelar pada akhir bulan ini. Banyak pihak menantikan putusan majelis hakim, mengingat besarnya perhatian publik terhadap kasus ini.

Penegakan Hukum di Masa Krisis

Kasus ini menjadi sorotan karena terjadi dalam konteks bencana nasional, di mana anggaran negara seharusnya digunakan secara maksimal untuk menyelamatkan nyawa rakyat. Penegakan hukum terhadap kasus ini diharapkan menjadi pembelajaran dan efek jera bagi pejabat publik lainnya agar tidak menyalahgunakan dana bantuan di masa darurat.