Ancaman Blokade Dua Jalur Vital Perdagangan Global selain Selat Hormuz

Jakarta – Kekhawatiran pelaku usaha logistik terhadap stabilitas perdagangan internasional semakin meningkat. Selain Selat Hormuz yang dikenal sebagai jalur strategis dan rawan konflik, Laut Merah kini juga menjadi perhatian serius. Potensi blokade di wilayah tersebut dinilai bisa mengganggu arus barang global.

Para pengusaha logistik Indonesia menyatakan kewaspadaan tinggi terhadap situasi geopolitik di kawasan Timur Tengah. Hal ini terutama setelah serangkaian insiden dan meningkatnya ketegangan militer di wilayah tersebut.

Laut Merah adalah jalur penting yang menghubungkan Laut Mediterania dan Laut Arab melalui Terusan Suez. Bersama Selat Hormuz, keduanya merupakan urat nadi perdagangan global. Gangguan di jalur ini dapat berdampak luas pada distribusi barang, termasuk ke Indonesia.

Kekhawatiran Terhadap Efisiensi dan Biaya Logistik

Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Mahendra Riyadi, mengatakan bahwa pelaku usaha sedang menyusun skenario darurat. Langkah ini dilakukan untuk menghadapi kemungkinan terganggunya jalur pelayaran utama.

Menurut Mahendra, Laut Merah dan Selat Hormuz adalah jalur vital bagi pengiriman dari Eropa dan Timur Tengah ke Asia Tenggara. Jika jalur ini tidak dapat dilalui, maka kapal harus mengelilingi Afrika. Rute tersebut jauh lebih panjang dan mahal.

“Jika kapal memutar ke selatan Afrika, waktu tempuh bertambah dan biaya naik tajam,” jelasnya. Ia memperkirakan lonjakan biaya logistik bisa mencapai 30 persen.

Perlu Dukungan Pemerintah dan Diplomasi Regional

Pelaku usaha berharap pemerintah Indonesia aktif berdiplomasi di tingkat regional dan global. Tujuannya adalah menjaga stabilitas dan keamanan jalur pelayaran internasional.

Mereka juga meminta kebijakan pendukung. Misalnya subsidi logistik atau insentif lain jika situasi semakin memburuk dan mengganggu distribusi barang.

Dr. Lestari Widodo, pakar hubungan internasional dari Universitas Indonesia, menegaskan pentingnya posisi Indonesia. Meski tidak berada langsung di jalur tersebut, Indonesia tetap terdampak. Negara ini sangat tergantung pada ekspor dan impor melalui wilayah tersebut.

“Indonesia bisa berperan lewat ASEAN atau OKI untuk ikut meredakan ketegangan,” katanya.

Strategi Mitigasi dan Diversifikasi Jalur Pengiriman

Beberapa perusahaan logistik mulai mencari jalur alternatif. Mereka menjajaki rute Asia Tengah dan jalur darat melalui Asia Selatan. Meskipun tidak seefisien jalur laut utama, alternatif ini bisa menjadi solusi sementara.

Langkah ini dianggap penting sebagai mitigasi risiko jika konflik memburuk. Diversifikasi jalur menjadi bagian dari strategi bertahan di tengah ketidakpastian global.

Kesimpulan

Kekhawatiran terhadap potensi blokade Laut Merah kini sebanding dengan risiko di Selat Hormuz. Pengusaha logistik Indonesia menekankan pentingnya strategi nasional dan internasional untuk menjaga kelancaran perdagangan lintas negara.

Dengan antisipasi yang tepat dan kerja sama lintas sektor, dampak negatif terhadap rantai pasok global dapat diminimalkan. Pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat internasional perlu bertindak cepat menghadapi potensi gangguan tersebut.