
Menjelang Lebaran, fenomena kelompok preman yang mengatasnamakan organisasi kemasyarakatan (ormas) meminta Tunjangan Hari Raya (THR) secara paksa semakin meresahkan. Berikut adalah respons dari lima pejabat terkait isu tersebut:
1. Abdullah, Anggota Komisi III DPR RI
Abdullah mendesak pihak kepolisian untuk menindak tegas preman berkedok ormas yang memaksa meminta THR. Ia mengusulkan pembentukan posko pengaduan bagi masyarakat yang menjadi korban pemalakan tersebut. Menurutnya, aksi premanisme ini telah lama dikeluhkan oleh masyarakat, instansi pemerintah, dan pengusaha.
2. Muhaimin Iskandar, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia
Muhaimin menegaskan bahwa pemaksaan dalam meminta THR tidak dapat dibenarkan. Ia menyatakan bahwa THR adalah tanggung jawab pemberi kerja kepada pekerja, dan tidak seharusnya ada pihak yang memaksakan permintaan tersebut.
3. Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat
Dedi melarang keras ormas meminta THR kepada pemerintah daerah maupun pengusaha. Ia menyatakan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk pungutan liar (pungli) yang tidak dapat ditoleransi. Dedi juga menekankan pentingnya mencegah perilaku korupsi dalam bentuk apapun.
4. Muhammad Syafi’i, Wakil Menteri Agama
Syafi’i menilai bahwa fenomena ormas meminta THR merupakan bagian dari budaya Lebaran di Indonesia sejak lama dan tidak perlu dipersoalkan. Namun, ia tidak mendukung tindakan pemaksaan dalam praktik tersebut.
5. Aparat Kepolisian
Pihak kepolisian merespons dengan menindak tegas aksi premanisme berkedok ormas yang meminta THR secara paksa. Beberapa pelaku telah ditangkap setelah aksinya viral di media sosial, menunjukkan komitmen aparat dalam menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat menjelang hari raya.
Kesimpulan
Fenomena preman berkedok ormas yang memaksa meminta THR menjelang Lebaran mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Pejabat dan aparat penegak hukum menegaskan pentingnya menjaga keamanan dan ketertiban, serta mencegah tindakan pemalakan yang merugikan masyarakat dan dunia usaha.